Minggu, 27 Oktober 2013
Jumat, 25 Oktober 2013
Memahami kebutuhan emosional anak
Jadi jika kita ingin memotivasi anak anak kita , sebaiknya kita pahami lebih dulu emosi yang mengendalikan mereka dan memanfaatkannya untuk mengarahkan perilaku dan pemikiran yang lebih memperdayakan.
Berikut adalah ketiga kebutuhan emosional anak:
1. Kebutuhan untuk merasa AMAN
Salah satu kebutuhan terkuat yang dibutuhkan soerang anak adalah perasaan aman. Aman didalam diri dan lingkungannya. Remaja mencari rasa aman dengan bergabung dengan sekelompok “geng” atau sekumpulan teman sebaya mereka, terlibat aturan sosial diantara mereka, serta meniru perilaku temannya.
Salah satu kebutuhan terkuat yang dibutuhkan soerang anak adalah perasaan aman. Aman didalam diri dan lingkungannya. Remaja mencari rasa aman dengan bergabung dengan sekelompok “geng” atau sekumpulan teman sebaya mereka, terlibat aturan sosial diantara mereka, serta meniru perilaku temannya.
Seorang psikolog Dr. Gary Chapman, dalam bukunya “lima bahasa cinta”
mengatakan kita semua memiliki tangki cinta psikologis yang harus
diisi, lebih tepatnya jika anak maka orangtuanya yang sebaiknya mengisi.
Anak yang tangki cintanya penuh maka dia akan suka pada dirinya
sendiri, tenang dan merasa aman. Hal ini dapat diartikan sebagai anak
yang berbahagia dan memiliki “inner” motivasi.
Perlukah kita mempelajari dan mengetahui tangki cinta? Sangat perlu, saya seringkali merekomendasi para guru
dan orangtua untuk mempelajari dan menemukan bahasa cinta anak mereka,
dirinya dan pasangannya. Hal ini akan saya bahas pada artikel
berikutnya).
Contoh, terdorong oleh rasa cinta kepada
anaknya seorang ibu memarahi anaknya yang sedang bermain computer.
“berhenti main computer dan belajar sekarang” lalu apa yang ada dibenak anak? Mungkin “Hmpf… Ibu tidak sayang padaku, dan ingin mengendalikan aku serta keasyikanku”
Nah, anak menerimanya sebagai hal yang negatif, komunikasi yang
menghancurkan rasa cinta ini biasanya yang menjadi akar permasalahan
orangtua dan anak, serta guru.
“Mencintai anak tidak sama dengan anak merasa dicintai”
Apa yang menyebabkan kebutuhan akan rasa aman tidak terpenuhi?
• Membandingkan anak dengan saudara atau orang lain
Ketika kita mengatakan “mengapa kamu tidak bisa menjaga kebersihan kamar seperti kakakmu”, “kenapa kamu tidak bisa menulis serapi Rudi”. Akan tumbuh perasaan ditolak, tidak diterima, mereka akan berpikir “papa/mama lebih suka dengan…” hal ini menumbuhkan sikap tidak suka dengan dirinya sendiri dan ingin menjadi orang lain. Mereka merasa aman dengan menjadi orang lain, bukan merasa aman dan nyaman menjadi dirinya sendiri.
• Mengkritik dan mencari kesalahan
Ketika kita mengatakan: “dasar anak bodoh, apa yang salah denganmu? Kenapa kamu tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar?”
Dapat dipastikan, akan menimbulkan perasaan dendam, tidak ada rasa aman dilingkungan rumah (jika hal ini sering terjadi dirumah).
Ketika kita mengatakan: “dasar anak bodoh, apa yang salah denganmu? Kenapa kamu tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar?”
Dapat dipastikan, akan menimbulkan perasaan dendam, tidak ada rasa aman dilingkungan rumah (jika hal ini sering terjadi dirumah).
• Kekerasan fisik dan verbal
Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi, hal ini sudah banyak kita temui di surat kabar dan berita ditelevisi, dan bahayanya atau akibatnya juga sering kita temui di media tersebut. Jika tidak ada rasa aman dalam rumah, maka seorang anak akan mencari perlindungan untuk memenuhi rasa aman mereka disemua tempat yang salah. Dan anak akan melakukan apa saja untuk mendapatkan rasa aman ini, mencari perhatian dengan cara yang salah.
Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi, hal ini sudah banyak kita temui di surat kabar dan berita ditelevisi, dan bahayanya atau akibatnya juga sering kita temui di media tersebut. Jika tidak ada rasa aman dalam rumah, maka seorang anak akan mencari perlindungan untuk memenuhi rasa aman mereka disemua tempat yang salah. Dan anak akan melakukan apa saja untuk mendapatkan rasa aman ini, mencari perhatian dengan cara yang salah.
2. Kebutuhan akan pengakuan (merasa penting) dan diterima atau dicintai
Jarang sekali orangtua membuat anak-anak
mereka merasa penting dan diakui dirumah. Sebaliknya banyak orangtua
yang membuat anak mereka merasa kecil dan tidak berarti dengan ancaman: “lebih baik kerjakan PR-mu sekarang, atau…”
Apa yang ada dalam pikiran anak jika
diperlakukan seperti itu? Kita orangtua justru senang jika anak
melakukan hal yang kita perintah, tapi yang ada dipikiran anak adalah
mereka merasa kalah dengan melakukan apa yang diperintahkan orangtua
dengan cara seperti itu. Sehingga banyak anak yang menunda atau tidak
mengerjakan apa yang ditugaskan orangtua (bahkan dengan ancaman
sekalipun) untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya akan pengakuan.
Peringatan keras bagi orangtua: Jika
anak-anak tidak merasa dicintai dan diterima oleh orangtua, mereka akan
terdorong untuk mencarinya disemua tempat yang salah.
Keinginan seorang anak untuk diakui dan
ingin dicintai begitu kuat, sehingga mereka akan melakukan apa saja
untuk mendapatkannya. Jika mereka tidak mendapat pengakuan dengan cara
yang benar maka akan menemukan dengan cara yang salah dan ditempat yang
salah. Kebutuhan ini mendorong beberapa anak dan remaja untuk
menggunakan tato, mengganggu anak lain, bergabung dengan geng
pengganggu, mengecat rambut dengan warna menyolok, bertingkah laku
seperti badut dan pelawak. Hal ini umumnya menyusahkan mereka sendiri,
tetapi demi mendapatkan pengakuan dan diterima (mendapatkan perhatian).
Ada kasus ekstrim pada 16 april 2007,
seorang siswa US Virginia Tech, Cho Seng-hui. Menembak dan menewaskan 32
siswa. Apa yang mendorong perilaku tersebut, sehingga dia melakukan hal
yang begitu luar biasa gila? Dia melakukan hanya karena kebutuhan
pengakuan dan rasa pentingnya begitu besar, tetapi tidak terpenuhi oleh
orang-orang yang mengabaikannya dan menghinanya. Hal itu memaksanya
keluar dari dunia logika dan merenggut nyawa orang lain serta dirinya
sendiri, dalam pikirannya dia berpikir lebih baik mati bersama nama
buruk dari pada hidup bukan sebagai siapa-siapa.
3. Kebutuhan untuk mengontrol (merasa mandiri atau keinginan untuk mengontrol)
Seiring pertumbuhan anak, sembari mencari identitas diri dan sambil belajar membangun kemandirian dari orangtua. Proses ini menciptakan kebutuhan emosional untuk bebas dan mandiri.
Jadi itu sebabnya anak tidak mau didikte untuk apa yang harus dilakukan. Mereka merasa tidak “gaul”
mendengarkan orangtua. Dengan mendengarkan nasihat orangtua mereka
seakan diperlakukan seperti anak kecil. Ini menjelaskan mengapa anak
lebih mendengarkan teman mereka dan om atau tante (paman atau bibi) yang
masih muda dari pada orangtuanya sendiri.
Orangtua yang cerdas, tidak akan
menyerah menghadapi hal ini. Bagaimana caranya memberikan arahan dan
agar anak mau mendengar orangtua? Gunakan komunikasi yang tidak
bermaksud memaksa anak dengan nasihat kita. Buatlah seakan-akan mereka belajar
dan bekerja keras untuk diri mereka sendiri bukan untuk kita. mereka
akan lebih bersemangat dan termotivasi dengan cara seperti itu. Dan yang
terpenting adalah memenuhi tangki cinta anak kita setiap hari dan
memastikan selalu penuh saat bangun anak bangun tidur dan menjelang
tidur. Dengan begitu anak tahu siapa yang paling mengerti dan sayang,
serta kepada siapa dia akan datang pada saat membutuhkan seseorang untuk
mendengar, yaitu kita orangtuanya.
Ambilah manfaat dari informasi ini,
kenali kebutuhan emosi anak kita. Pekalah dimana saat anak membutuhkan
penerimaan, kebutuhan untuk mengontrol sesuatu, serta butuh untuk aman.
Gunakan kata-kata yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut, berikut
tips dan cara memenuhi kebutuhan emosi dasar seorang anak:
1. Rasa aman:
• Tenang sayang kamu aman bersama papa, mama akan temani kamu, hey… papa disini bakal jaga kamu sayang
• Tenang sayang kamu aman bersama papa, mama akan temani kamu, hey… papa disini bakal jaga kamu sayang
2. Rasa penerimaan atau dicintai:
• Biasakan menatap mata saat berbicara pada anak, usahakan tatapan mata adalah datar atau “mata sayang”
• Sentuh bagian bahu saat berbicara atau bagian manapun asal sopan, untuk menunjukan bahwa kita ada bersama dan dekat dengan anak
• Usahakan sejajar (berdiri sejajar dengan anak atau berlutut)
• Katakan: apapun yang terjadi papa/mama tetap sayang sama kamu, kamu tetap jagoan papa/mama, dimata papa/mama kamulah yang paling cantik
• Biasakan menatap mata saat berbicara pada anak, usahakan tatapan mata adalah datar atau “mata sayang”
• Sentuh bagian bahu saat berbicara atau bagian manapun asal sopan, untuk menunjukan bahwa kita ada bersama dan dekat dengan anak
• Usahakan sejajar (berdiri sejajar dengan anak atau berlutut)
• Katakan: apapun yang terjadi papa/mama tetap sayang sama kamu, kamu tetap jagoan papa/mama, dimata papa/mama kamulah yang paling cantik
3. Kebutuhan untuk mengontrol:
• Jika memungkinkan, jika anda melihat anak anda perlu untuk melakukan sesuatu sendiri maka ijinkanlah
• Sebenarnya itu adalah proses belajar untuk dirinya sendiri dan akan sangat bermanfaat dimasa dewasa
• Harga diri anak akan semakin tinggi, jika kita rajin memberikan kontrol kepada anak, karena anak merasa mampu melakukan kegiatan tanpa bantuan (tentunya kegiatan yang aman sesuai dengan kebijaksanaan orangtua)
• Luangkan waktu khusus untuk beraktivitas dan memberikan kontrol dan mengawasinya dengan kasih sayang, misal: anak umur 2-3 tahun minta makan sendiri, pergi ke sekolah sendiri, dan lain-lain
• Jika memungkinkan, jika anda melihat anak anda perlu untuk melakukan sesuatu sendiri maka ijinkanlah
• Sebenarnya itu adalah proses belajar untuk dirinya sendiri dan akan sangat bermanfaat dimasa dewasa
• Harga diri anak akan semakin tinggi, jika kita rajin memberikan kontrol kepada anak, karena anak merasa mampu melakukan kegiatan tanpa bantuan (tentunya kegiatan yang aman sesuai dengan kebijaksanaan orangtua)
• Luangkan waktu khusus untuk beraktivitas dan memberikan kontrol dan mengawasinya dengan kasih sayang, misal: anak umur 2-3 tahun minta makan sendiri, pergi ke sekolah sendiri, dan lain-lain
sumber : http://www.pendidikankarakter.com
Dibalik nilai anak yang hancur
Berikut ini adalah artikel yang berfokus pada pola dan masalah belajar anak. Banyak sekali pertanyaan tentang hal ini yang muncul di website kami, berkaitan mengenai masalah belajar anak. Kita akan memahami dan belajar tentang faktor psikologis mengapa anak bermasalah dengan nilai di sekolah.
Sebelum kita lebih jauh berinteraksi, pahami bahwa nilai atau
angka(simbol) bukan satu-satunya penentu kesuksesan anak kelak di masa
depan. Semua yang dialami saat dia sekolah akan banyak yang tidak
digunakan kelak, jadi model pendidikan apa yang akan digunakan seorang
anak hingga dia dewasa dan dapat diwariskan? Ya, didiklah karakternya
dan tanamkan kesuksesan sejak awal di ladang karakternya.
Kenapa seorang anak ketika belajar di rumah bisa, diberi soal lebih susah daripada di sekolah
juga bisa mengerjakan, bahkan waktu di tempat les dia diberi latihan soal yang
banyak juga bisa, meskipun soalnya lebih sulit juga bisa mengerjakan, tetapi ketika
ulangan tiba-tiba nilainya jelek. Nah apakah anda pernah punya masalah
seperti ini? Anda yang punya anak SD, pasti sering mengalami
masalah-masalah seperti ini. Anda pasti merasa jengkel ketika mengetahui
bahwa anak anda yang tadi malam belajar
sudah bisa semua, tapi ketika ulangan ternyata ulangannya dapat nilai
jelek. Jika ini terjadi sekali dua kali mungkin anda bisa memakluminya,
tapi jika ini terjadi berulang kali, anda pasti mulai jengkel pada anak anda. Bahkan bisa jadi anda frustasi dan kemudian malah mengeluarkan kata-kata negatif.
Nah apakah yang terjadi dibalik masalah
ini. Seorang anak yang bisa sewaktu mengerjakan soal di rumah dan
kemudian gagal waktu dia ulangan. Untuk hal-hal yang sama dan itu
berulang kali, maka ada tiga hal yang perlu anda waspadai:
1. Anda perlu curiga bahwa anak ini mengalami kecemasan yang tersembunyi
Anda pasti bertanya nggak mungkin? dia cemas dari mana….kenapa koq dia cemas?
Kecemasan yang tersembunyi ini disebabkan oleh banyak faktor. Ya, jadi bisa jadi tuntutan yang terlalu tinggi dari kita orang tua
atau mungkin bahkan dari gurunya. Tuntutan ini tidak bisa membuat si
anak menunjukkan kwalitas optimalnya. Sehingga ketika ulangan,yang
terbayang adalah ketakutan bahwa dia tidak bisa memenuhi tutuntan dari
si orang tua.
Atau tuntutan dari gurunya mungkin. Nah anda tahu, Ketika kita itu
cemas maka kita tidak bisa berpikir secara jernih.Anda tentu pernah
mengalaminya bukan? ketika anda sedang cemas, sedang stres berat. Maka
hal yang sepele tentunya bisa jadi terlupakan. Nah ini yang terjadi pada anak-anak kita. Mereka cemas karena tuntutan kita yang terlalu tinggi,atau keharusan untuk menguasai sesuatu.
Ketika mereka merasa tidak
mampu,kecemasan itu menghantui pikirannya. Dan apa yang telah mereka
pelajari sebelumnya tiba-tiba “blank”, pada saat ulangan. Ini juga
sering terjadi pada kita. Ingatkah anda pada saat dulu anda kuliah?
Mungkin masih SMA bahkan? Ketika kita ulangan tiba-tiba saja mendadak
lupa akan jawaban yang harus kita tuliskan disana. Padahal tadi malam
jelas-jelas kita sudah belajar, hal tersebut. Nah ketika kita menghadapi ulangan tiba-tiba saja hilang jawabannya. Apalagi ketika sang guru
atau dosen mengatakan 5 menit lagi anda harus mengumpulkan,dan waktunya
habis. Oke, makin kita paksa akhirnya kita stress dan akhirnya kita
lupa. Dan anehnya ketika kita sudah mengumpulkan lembar jawaban, keluar
dari ruang ujian tiba-tiba jawabannya muncul dalam pikiran kita. “ahh..”
kenapa tidak dari tadi munculnya, anda pasti menggerutu pada diri anda
sendiri. Anda pernah mengalami hal itu bukan?
Nah ini yang terjadi pada anak-anak
kita. Jadi ketika mereka ulangan,maka sebaiknya jangan sampai mereka
itu cemas. Tuntutan – tuntutan kita membuat mereka cemas. karena itu
kita perlu instropeksi diri, apakah selama ini kita sudah menerima
mereka apa adanya. Ya,kebanyakan dari kita berharap agar nilai mereka
bagus. Tapi begitu nilai mereka jelek, kita mulai menuntut mereka.
“Kenapa sih nilai kamu koq jelek?” Jarang sekali ada orang tua
yang mengatakan, “oh iya saya bisa memahami kamu na, Apa yang mama/papa
bisa bantu agar lain kali nilaimu lebih bagus lagi”. Jadi ketika
seorang anak mempunyai nilai jelek, hal yang kita perlu lakukan adalah
memahami dulu perasaannya. Saya yakin anak itupun tidak ingin nilainya
jelek, bukan hanya kita. Diapun juga tidak ingin nilainya jelek
tentunya. Tapi kenyataan yang dihadapi lain.
Ketika nilainya sudah jelek, dia sedih
tetapi kita malah memarahi dia. Dia akan merasa bahwa dirinya tidak
dipahami dan tidak dimengerti. Di lain hari kecemasan itu muncul dalam
dirinya. Dia akan merasa, “aduh kalau saya jelek lagi saya pasti
dimarahi lagi”, “saya pasti mengecewakan mama saya”. Pernah ada satu
kasus dimana seorang anak tidak mau berangkat sekolah gara-gara hari itu
ada ulangan. Dia mengatakan pada mamanya saya takut ma, “kenapa takut?”
Tanya mamanya. “saya takut mengecewakan mama kalau nilai saya jelek”.
Dan ini dilontarkan oleh seorang anak kelas 2 SD. Nah,dari kejadian
tersebut sang mama belajar
bahwa selama ini, dia sering berkata “mama nga masalah dengan nilai
mu”. Tetapi kenyataannya dia membuat anaknya cemas. Jadi terkadang kita
sebagai orang tua
hanya mengatakan, “nggak.. nilai berapapun saya nggak masalah koq”.
Tapi ternyata itu hanya di mulut saja. kenyataannya si anak merasakan
hal yang berbeda, dia merasakan tuntutan orang tua yang terlalu tinggi.
Nah, untuk masalah ini sebaiknya kita
perlu koreksi diri bagaimana caranya kita menerima seorang anak apa
adanya, tidak tergantung dari nilainya. Ingat sebenernya nilai itu hanya
mengindikasikan dia sudah bisa atau belum.Berbahagialah ketika nilai
anak anda jelek. Karena apa? sekarang anda tahu mana yang dia itu belum
bisa. Pembelajaran yang baik harusnya ditujukan untuk meningkatkan
seorang anak sehingga ia bisa kompeten di dalam bidangnya. Bukan untuk
melabel dia pintar atau bodoh.
2. Sebab yang lain adalah karena perlakuan-perlakuan negatif yang pernah di terima seorang anak bisa di rumah, bisa di sekolah.
Misalnya, ketika
seorang anak nilainya jelek, kemudian kita marah-marahin dia, bahkan
mungkin di hukum. Suruh berdiri di pojok, nggak boleh makan. Atau apapun
yang kita bisa lakukan untuk itu. Nah ketika dia menerima perlakuan
itu,maka perlakuan itu akan membekas di memorinya. Berikutnya ketika dia
ulangan lagi di lain kesempatan maka yang dia liat di lembar soalnya
bukan soal yang harus dibaca, tetapi wajah orang tuanya yang sedang
marah. Wajah ini tiba-tiba saja muncul terbayang di dalam pikirannya.
Anda bisa bayangkan jika kita berhadapan dengan soal ujian dan kemudian
yang muncul adalah ketakutan membayangkan wajah orang tua yang sedang marah, karena kita tidak bisa. Atau mungkin wajah guru
yang memalukan kita di depan teman-teman kita. Maka semua yang kita
pelajari tiba-tiba saja menjadi hilang dan akhirnya ulangannya jelek.
Baiklah, jika ini terjadi sebaiknya anda perlu segera minta maaf pada anak
anda. Anda cukup mengatakan, “tempo hari waktu ulangan kamu jelek,dan
kemudian papa atau mama marah sama kamu saat itu perasaan kamu
bagaimana?” apapun yang di jawab oleh anak anda terima apa adanya.
Misalkan dia menjawab, Saya takutlah, saya merasa ini itu apapun itu
anda tinggal ngomong “Oke Maaf, papa mungkin saat itu keceplosan
ngomong. Atau mungkin saat itu mama lepas control sehingga memarahi kamu
terlalu dalam. Tapi sebenernya maksud mama sangat baik. Kamu mau nggak
maafin mama? Mama lain kali janji akan mendukung kamu jika nilai kamu
jelek, kita akan cari solusinya sama-sama dan kamu boleh tanya sama mama
bagaimana supaya jadi nilainya baik. Kamu pasti kepengen nilai kamu
juga baik juga kan?” Nah, itu tentunya jauh lebih baik bagi si anak.
Daripada kita hanya sekedar memarahinya, memintanya belajar, memaksanya belajar tanpa sama sekali mengakui perasaannya untuk diberi kasih saying dan untuk di terima apa adanya.
3. Sebab yang lain adalah kurangnya perhatian berkualitas.
Mungkin anda bertanya, “ah mana mungkin saya tidak memperhatikan anak saya”. Betul,saya percaya dan yakin bahwa setiap orang tua
pasti memperhatikan anaknya.Tetapi terkadang perhatian yang kita
berikan itu tidak cocok dengan apa yang diinginkan oleh si anak, yang
saya maksud dengan perhatian di sini adalah perhatian yang berkuwalitas.
Dalam arti kita memperhatikan juga perasaan-perasaan si anak. Bukan
Cuma memperhatikan tugas-tugas yang dia harus slesaikan. Kebanyakan dari
kita hanya memperhatikan tugas –tugas yang harus di selesaikan oleh
seorang anak. Kita hanya memperhatikan kamu sudah ngerjakan PR belum?
kamu sudah belajar
belum? pensil kamu sudah diraut belum? Besok kalau ulangan kamu sudah
siapkan pensil atau bolpointnya? Buku kamu sudah kamu siapin belum? kita
hanya memperhatikan aspek-aspek fisik. Kita tidak memperhatikan
aspek-aspek perasaan dari si anak.
Padahal yang jauh lebih
dibutuhkanseorang anak adalah perhatian akan perasaan-perasaannya
sehingga dia bener-bener di terima secara utuh oleh orang tuanya. Anda
bisa memberikan perhatian berkuwalitas ini dengan lebih baik, dengan
cara membaca artikel saya yang berjudul “Pentingnya Memahami Kebutuhan Emosional Anak”. Itu adalah salah satu cara terbaik untuk memberikan perhatian berkualitas pada anak Anda.
sumber : http://www.pendidikankarakter.com
6 ciri karakter anak bermasalah
Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan
seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana
sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan
waktunya 60-80 % bersama keluarga.
Sukses seorang manusia tidak lepas dari
“kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas
dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi
kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi.
Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau
asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah
kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat
pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia
22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang
seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan
orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan
kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi)
kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan
pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.
Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan
disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada
masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi
yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat
dan tidak terpenuhi maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak
tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak
kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal
inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa
sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :
1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
3 kebutuhan dasar emosi
tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan
memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang
sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter
anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.
Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah,
cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat
melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan
datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.
Inilah ciri-ciri karakter tersebut :
1. Susah diatur dan diajak kerja sama
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.
2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.
3. Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
4. Menarik diri
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
5. Menolak kenyataan
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.
6. Menjadi pelawak
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?
sumber : http://www.pendidikankarakter.com/6-ciri-karakter-anak-bermasalah/
Langganan:
Postingan (Atom)